Friday, April 28, 2006

Yang Lalu tuk Masa Depan

Jarum jam menunjukan pukul 24.00 WIB kurang 3 menit dini hari, seperti biasa aku masih ditemani setiaku ... temen yang tidak pernah protes, teman yang tidak pernah bosan dengan keluhanku, teman yang selama ini menjadi tempat curhatku. Buku dan Komputer,itulah 2 teman setiaku selama aku sedang berfikir dan memaknai arti sebuah kehidupan. mereka yang selama ini memberikan aku pemahaman, pengertian dan selalu tulus dalam memberikan sesuatu kepada saya, dia tak pernah meminta imbalan apapun terhadap saya, tidak seperti halnya benda hidup seperti manusia, yang terkadang cepat bosan dan tak “ikhlas” serta tak sungguh – sungguh dalam menemani kehidupan saya kecuali seseorang itu adalah istri (he…he, makanya buruan). Bicara istri terkadang ingin rasanya cepat memiliki istri tapi kadang – kadang juga hati ini ragu, apakah kelak istriku nanti mengerti betul tentang keinginan saya dalam menjalankan hidup ini, entahlah..? hanya Allah yang Maha Tahu.

Besok pagi – pagi aku harus sudah siap – siap, jam 8 aku ditunggu di depan tol Serang Timur menemani rombongan yang mau ke Baduy. Setelah itu aku harus menemui temenku yang juga membutuhkan bantuanku untuk mengecat tokonya. Sambil mendengarkan untain syair nasyid Brother, karena ada beberapa lagu yang memang aku suka banget, diantaranya nasyid yang menceritakan tentang masa muda. Seperti biasa setiap malam aku selalu merenungi tentang perjalanan hidupku, sejak aku sekolah di SMP sampai aku tinggal di Serang. Kenapa aku sering merenungi perjalanan hidupku..? dari proses perenungan ini aku mendapatkan spirit baru, bahwa perjalanan aku masih jauh..... jauh sekali.!. Sekali – kali aku mengingat memori waktu masih sekolah di SMP, ketika itu aku baru masuk sekolah dan ikut penataran P4, waktu itu aku dikelompokan dikelas 1E, konon kelas itu kelas kumpulan orang – orang yang pinter dan punya nilai NEM SD yang lumayan tinggi. Prasangka ini cukup beralasan memang, terbukti rengking 1 Se SMP direbut oleh temenku. Oelistina namanya, seorang gadis yang aku punya kenangan dengan beliau. Ceritanya begini, ketika Penataran P4 aku duduk di belakangnya dia, saat awal masuk dia ngajak kenalan, kenalanlah kita. Saat jam pulang selesai pulanglah saya, saat itu pulang sekolah aku langsung tidur, pada pukul 3 sore aku dibangunkan oleh ibu, Mas.. bangun ada temennya tuh ..! seru ibu, Siapa bu, laki atau perempuan.? tanyaku. Perempuan temen SMP.. jawab Ibuku. Seketika itupula aku terperanjat. temen yang mana yah... aku betul – betul tidak menyangka kalau yang kerumah adalah Oelistina, coba bayangkan jarak dari rumah dia ke rumahku 7 KM, dan dia pakai sepeda lagi. Saat itu aku bingung, malu dan ngga pede, akhirnya aku minta tolong ke Ibu, tolong sampaikan aku ngga ada gitu....? dan aku langsung pergi Ibuku bingung.. ini gimana ada yang main kok malah pergi.

Sejak saat itu aku jadi malu dan tidak ngobrol dengannya, entahlah, saat itu memang aku paling takut dan malu kalau harus menemani temen perempuan kecuali ramai – ramai. Aku ngga tahu yang dia sampai mau main ke rumahku, selain jauh juga belum kenal akrab.. atau mungkin biar lebih akrab kali.. entahlah..!. singkat cerita, kitapun pisah dari kelas 2 sampai kelas 3, sampai beliu melanjutkan studinya di STIS (Sekolah Tinggi Ilmu Statistik) kuliah kedinasan di Jatinegara – Jakarta. Selain gratis juga dijamin lulus langsung kerja di dinas. Akupun kuliah di Serang – Banten, walaupun tadinya tida niat. Dua Tahun kuliah, aku teringat temenku itu, dengan rasa ingin menebus dosa saya ketika dia main ke rumahku kemudian aku tinggal pergi, aku memberanikan diri untuk silaturahim ke rumahnya. Tahun 2003 pas moment lebaran, mainlah aku ke rumahnya, tanpa dinyana, beliau masih kenal saya, dan menyambut baik, dan yang membuat aku senang dan bangga, beliau kini sudah mengenakan jilbab besar seperti halnya temen – temen aktivis dakwah. Karena aku juga aktif di gerakan dakwah, dalam batinku terbresit..”Ya Allah terima kasih Engkau telah memberikan kepada kami hidayah. Waktu itu kita ngobrol seputar aktivitas kuliah kita masing – masing, dia ceritakan aktivitasnya pengajian disalah satu gerakan di kampusnya, namun kemudian dia agak kurang sreg karena ada sesuatu, lalu kemudian beliau pindah ke gerakan Islam yang lain dan sampai sekarang. Bagi saya tidak menjadi masalah, yang penting kini dia sudah tampil beda dengan mengenakan jilbab panjang. Akupun sama menceritakan tentang aktivitasku di tanah rantau Banten, dan diapun tidak terlalu mempersoalkan aktivitas di Tarbiyah. Saat itu yang ada adalah rasa syukur karena kita berdua mendapat Hidayah dari Allah SWT, walaupun belum sempurna – sempurna banget. Singkat cerita, dia lulus langsung di pekerjakan di Jambi, maklum terikat dengan kedinasan, sebelum dia lulus, beliau sering sekali menasehati saya ” , kamu ini kok hidup dikejar – kejar waktu ” hati – hati loh (khas dengan logat jawanya) dengan kamu sendiri, jangan kaya lilin yang mampu menerangi tapi kamu sendiri meleleh ”. Sejak beliau kerja di Jambi, aku tak pernah kontak dengan beliau, mudah – mudahan Allah memberikan kesabaran terhadap beliau.