Friday, April 14, 2006

Dampak Korupsi terhadap Kemisikinan


Bicara korupsi dinegeri ini memang jenuh dan sangat membosankan, kerapkali kali kita sering mendengarkan bahkan mungkin juga menghadiri acara seminar anti korupsi, workshop anti korupsi, dialog tentang korupsi, seolah – olah korupsi hanya dari seminar ke seminar, dari dialog kedialog, dari diskusi ke diskusi, lalu kapan memberantasnya...? demikian ungkapan ketua komisi pemberantasan korupsi (KPK) M.Taufiqurahman dalam sebuah seminar tahun lalu di Serang. Statement itu muncul lebih dikarenakan mungkin beliau sudah ”bosan” bicara soal korupsi karena belum melihat secara utuh keseriusan dari semua elemen bangsa untuk bersama – sama membumikan budaya anti korupsi terutama pihak – pihak yang semestinya bertanggung jawab dan memiliki kewenangan, kalau kita perhatikan pada setiap kepentingan yang menyangkut kebijakan publik mesti selalu diramaikan bahwa didalamnya ada praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), mulai dari penerimaan pegawai negeri sipil (PNS), pemilihan kepala daerah, pemilihan rektor sampai kepada pembagian proyek – proyek pemerintah. Terlepas benar atau tidaknya rumor tersebut, yang jelas ada asap berarti ada sumber apinya mustahil asap ”ujug-ujug”muncul dengan sendirinya. Ketika hembusan isu tersebut muncul kepermukaan berarti ada sesuatu yang ”aneh” disana, mulailah muncul tanda tanya – tanda tanya, ada apa ini..?. Kajian tentang korupsi selama beberapa tahun terakhir ini telah menarik perhatian publik. Makna korupsi sendiri menurut Bank Dunia adalah suatu penyalahgunaan jabatan publik untuk kepentingan pribadi. Definisi ini memberikan pemaknaan bahwa korupsi hanya terjadi pada jabatan publik, padahal kita ketahui bersama bahwa korupsi juga terjadi pada sektor swasta.

Semenjak bangsa ini mengalami suatu peristiwa dramatis yaitu reformasi dengan ditandai gulingnya orde baru yang sudah dianggap usang dan telah menjadikan bangsa ini tidak berjalan sebagaimana mestinya, sejak saat itupula banyak sekali bermunculan organisasi –organisasi yang mengangkat tema tentang korupsi, dalam jurnal wacana disana disebutkan ada beberapa organ lahir yang menganggkat tema korupsi, seperti, Indonesian Corruption Watch, Masyarakat Transparansi Indonesia, Government Watch, Parliament Watch, Judiciary Watch, Police Watch, Military Watch dan lain sebagainya. Kita berharap kehadiran organ – organ tersebut tidak hanya sebatas mengikuti trend dan musiman atau ingin dianggap oleh publik sebagai komunitas yang bersih akan tetapi mereka dapat melakukan sesuatu yang memang dapat memberikan manfaat untuk bangsa Indonesia . ekspansifnya gerakan anti korupsi kian hari kian melebar, satu sisi kita bahagia karena masih ada sekelompok yang beritikad baik untuk coba mengembalikan bangsa ini kepada zaman dimana masyarakat masih bias percaya bahwa bangsa ini kelak akan menemui setitik air penyejuk dengan hadirnya para anak bangsa yang peduli akan masa depan bangsa ini dan hidup sejahtera. Namun satu sisi juga muncul kehawatiran eksistensi lembaga anti korupsi hanya dagangan para intelektual yang melihat peluang secara finansial disegmen ini cukup menjajikan, karena memang lembaga anti korupsi dengan faoundingnya akan dapat kucuran dana yang cukup, mudah – mudahan ini tidak terjadi.

Dampak Korupsi terhadap Kemisikinan

Sejauhmana dampak korupsi terhadap kesejateraan masyarakat, alangkah baiknya kita coba mengamati potensi yang dimiliki bangsa Indonesia Indonesia, disana kita temukan sebuah keadaan yang tidak logic, potensi bangsa yang begitu melimpah dan ruah ini bagai sebuah daerah yang kering dan lading yang tandus. Kekayaan yang meliputi tanah dan air begitu melimpah akan tetapi tingkat kesejahteraan masyarakatnya masih di bawah standar, lalu muncul pertanyaan, apakah rakyat Indonesia tidak cukup pintar untuk mengelola sumber daya yang ada…? Asumsi tersebut tidak mutlak benar walaupun mungkin ada benarnya juga, akan tetapi coba kita tengok fakta dilapangan ternyata penyebab yang paling utama adalah pengelola negeri ini lebih banyak orang yang korup ketimbang orang yang secara betul – betul bekerja untuk kemaslahatan bangsa Indonesia. Lalu apa hubungannya antara korupsi dengan kemisikinan, bukankah orang misikin tidak bisa melakukan korupsi karena memang tidak memiliki jabatan yang dia pakai untuk tameng korupsi..? Persoalannya bukan pada keterlibatan kaum misikin dengan para koruptor akan tetapi lebih kepada dampak yang akan diterima oleh kaum miskin akibat tingkah para koruptor tersebut. Menurut Mukhammad Ikhsan data yang ia dapatkan dari Rose – Ackerman tahun 1998 secara khusus menyebutkan ada beberapa dampak buruk yang akan diterima oleh kaum miskin akibat korupsi, diantaranya. Pertama, Membuat mereka (baca:kaum miskin) cenderung menerima pelayanan sosial lebih sedikit. Instansi akan lebih sumringah dan cekatan ketika melayani para pejabat dan konglemerat dengan harapan akan memiliki gengsi sendiri dan imbalam materi tentunya, peristiwa seperti ini masih sering kita temui ditengah – tengah masyarakat. Kedua, Investasi dalam prasarana cenderung mengabaikan proyek – proyek yang menolong kaum miskin, yang sering terjadi biasanya para penguasa akan membangun prasarana yang mercusuar namun minim manfaatnya untuk masyarakat, atau kalau toh ada biasanya momen menjelang kampanye dengan niat mendapatkan simpatik dan dukungan dari masyarakat. Ketiga, orang yang miskin dapat terkena pajak yang regresif, hal ini dikarenakan mereka tidak memiliki wawasan dan pengetahuan tentang soal pajak sehingga gampang dikelabuhi oleh oknum. Keempat, kaum miskin akan menghadapi kesulitan dalam menjual hasil pertanian karena terhambat dengan tingginya biaya baik yang legal maupun yang tidak legal, sudah menjadi rahasia umum ketika seseorang harus berurusan dengan instansi pemerintah maka dia menyediakan “fulus” ,hal ini dilakukan agar proses dokumentasi tidak menjadi berbelit – belit bahkan ada sebuah pepatah “kalau bias dipersulit kenapa dipermudah”, sebagai contoh dalam studi LPEM tahun 1994 disana ditemukan bahwa walaupun pemerintah sudah menghapus semua biaya untuk memperoleh izin penanaman modal, para investor masih tetap harus membayar “upeti kepada orang tertentu, ini artinya budaya demikian sudah kian mengakar, inilah yang kemudian sebagian orang saking putus asanya mengatakan bahwa korupsi di negeri ini sudah jadi budaya jadi sulit untuk diberantas. Dampak korupsi terhadap kemiskinan sangatlah kentara sekali, beberapa waktu lalu pemerintah menurunkan program kompensasi BBM dengan pemberian tunjangan tunai langsung, kita tidak akan membicarakan jumlah dan teknisnya akan tetapi coba kita lihat berapa jumlah rakyat miskin ketika itu..? sangat banyak sekali bahkan cenderung malah bertambah, cukupkah dana pemerintah untuk memberikan uang tunai tersebut dengan jumlah kaum miskin.? Tidak saudara, terlepas dari banyak yang mengaku bahwa dirinya orang miskin atau bukan, tapi yang harus kita lihat disini adalah berpuluh – puluh tahun mereka bekerja sebagai petani, pedagang biasa akan tetapi kesejahteraan mereka stagnan, lau muncul pertanyaan bukankah itu masalah individu bukan masalah social, suatu persoalan dikatakan masalah individu manakala ini hanya menimpa perindividu, tapi kondisi ini menimpa berjuta – juta rakyat, apakah ini kesalahan mereka..? jelas, ini bukan semata – mata kesalahan mereka, kondisi ini mungkin akan mereka terima dengan ridho manakala semua berjalan dengan alamiah, akan tetapi yang membuat mereka tidak ridho adalah ketika mereka dengan keringat dan peluh bekerja siang dan malam demi menuai kesejahteraan supaya hidupnya lebih layak. Tapi yang terjadi adalah hati mereka perih, jiwa mereka berontak, nafas mereka terengap –engap lalu mereka marah ketika melihat para pejabat dan para birokrat mendadak menjadi kaya raya tanpa perlu melakukan seperti yang mereka lakukan.

Namun karena ketidakmampuan kaum miskin untuk menjangkau keganjilan tersebut, mereka akhirnya pasrah dan tetap bekerja, salahkah mereka ketika mereka berdiam diri melihat ketidakadilan tersebut ? dalam batin mereka sesungguhnya ingin sekali melakukan protes keras terhadap orang – orang yang memakan harta titipan mereka, seandainya bulan bisa ngomongpun mungkin dia akan meredupkan sinarnya sebagai tanda bukti keikutsertaan kesedihan yang dialami kaum miskin. Rasanya yang enak, renyah dan nyaman itulah mungkin gambaran korupsi sehingga orang akan senang korupsi, tapi akan lain ceritanya manakala korupsi itu dibuat tidak enak dan pahit rasanya, pasti banyak orang berfikir ulang ketika akan melakukan korupsi. Inilah seharusnya yang kita lakukan bagaimana membuat korupsi itu tidak enak dan getir rasanya, bagaimana caranya...? secara teoritis sebetulnya sudah sering menjadi bahan kajian dan diskusi para aktivis, akademisi termasuk para birokrat sendiri, akan tetapi masalahnya adalah kembali lagi kapada kesungguhan para pelaku kebijakan publik terutama para pejabat dan wakil rakyat untuk senantiasa setia dengan amanat dan sumpah yang tekah mereka ucapkan, bahwa mereka akan senantiasa untuk tetap berdiri paling depan dengan barisan anti korupsi untuk melakukan perlawanan terhadap korupsi di negeri sampai hayat masih dikandung badan. Wallahu A’lam