Friday, April 14, 2006

KADO UNTUK MUROBBI


Tulisan ini merupakan sebagian ringkasan dari pengajian rutin mingguan yang aku ikuti dengan Ust. Yayat Suhartono,Drs. Setidaknya mengingatkan diri ini akan maknawiyah sebuah halaqoh tarbiyah, bahwasanya aktivitas tersebut bukanlah aktivitas rutiniyah saja, akan tetapi lebih daripada itu bagaimana tarbiyah islamiyah ini mampu membuat kita tergerak untuk berapresiasi sesuai dengan kapasitas kita sebagaimana apresiasinya Ummar bin Khatab terhadap Al Qur’an

KARAKTER HALAQOH (Muwashofat Halaqoh)

Rabu, 28 Juli 2004
Halaqoh tidak akan mampu memberikan sumbangsih apa – apa selain ulasan materi, hal ini terjadi manakala halaqoh hanya sebatas rutinitas saja. Padahala fungsi yang sesungguhnya halaqoh bukanlah seperti itu, akan tetapi lebih jauh daripada itu,yakni bagaimana halaqoh mampu meledakan potensi dari peserta halaqoh. Untuk itu halaqoh haruslah memenuhi beberapa variabel, dimana dengan variabel tersebut halaqoh mampu menjalankan sebagaiman fungsi yang sesungguhnya.

Kejenuhan dalam berhalaqoh disebabkan karena halaqoh tersebut tidak memiliki karakter halaqoh itu sendiri, sehingga dinamika halaqoh mengalami kejumudan (primitive). Supaya halaqoh kita memiliki dinamika tersendiri serta produktif, maka, haruslah memiliki tiga karakter. Ketiga karakter tersebut adalah ;

1. Aruhiyah (Ruh)

Amunisi ini penting mengingat setiap pergerakan yang kita lakukan tidak akan mampu kita maknai manakala kondisi ruhiyah kita kering apalai sampai rapuh dimakan oleh godaan dunia. Dengan ruhiyah inipula seseorang mampu melewati setiap ujian yang ada di depan kita. Dengan ruhiyah pula seseorang akan mampu menikmati hari – hari dengan kesibukan berdakwah.

Lalu bagaimana agar kondisi ruhiyah terjaga..? ada tiga hal yang mesti tertanam dalam hati para aktivis dakwah, pertama Al Aqidatul Imanniyah (Akidah Keimanan) yang mantap. Kenapa akidah ini begitu penting, karena memang inilah pondasi seseorang dalam mengawali setiap aktivitasnya. Kita tentu ingat perjalanan para nabi mulai dari nabi Adam sampai nabi Muhammad Saw, mereka berjuang untuk membebasakan manusia dari menduakan Allah SWT menuju kesatuan akidah yang utuh. Kedua Al A’daqotul Al Qolbiyah (Ikatan Hati), untuk menuju ruhiyah yang mantap, maka kita harus mengikatkan hati ini dengan Allah SWT, sebab Dial ah yang sesungguhnya memiliki hati kita dan dengan hati ini pula kita akan menemukan ketentraman batin dan ketengan jiwa. Ketiga, Al Ma’nawiyah Wal Khuluqiyah (Membangun Moralitas), di tengah – tengah kondisi saat ini, dimana moralitas seseorang sangat menjadi taruhan akan arti sebuah kehidupan. Mampukah seseorang tersebut menjaga imun dirinya dalam menghadapi tantangan dan godaan dunia. Usaha untuk terus selalu memperbaharui diri kita adalah sebuah keharusan.

2. Al Fikriyah (Ilmu)

Selain halaqoh harus mengandung unsure ruhiyah, halaqoh juga harus mengandung unsure Ilmu agar apa – apa yang kita sampaikan dan kita diskusikan bukan hanya sekedar omong kosong tanpa adanya fakta dan data secara ilmiah. Ciri sebuah halaqoh mengandung unsure ilmu adalah, pertama Al I’lmiyatu Watsaqofah, halaqoh bisa dikatakan mengandung unsure ilmu manakala didalamnya ada suasana ilmiah, ciri ilmiah adalah objektif dan berdasarkan fakta. Kedua adalah Anadhoriyah, ini merupakan kemampuan analisis seorang kader tarbiyah dalam setiap dinamika social politik yang terjadi. Ketiga Al Minhajiyah (memahami minhaj), arah dan platform seperti apakah gerakan kita, itu haruslah dipahami betul para kader tarbiyah, sehingga para kader tidak mengalami kebingungan dalam melakukan maneuver gerakan sesuai dengan kondisi yang ada. Keempat Al Ijtima’iyah (bersosial), ajaran Islam bukanlah ajaran eksklusif yang hanya berlaku untuk satu kaum saja, akan tetapi Islam dilahirkan untuk semua ummat manusia. Dakwah tidak akan mengena jika kita tidak pernah bersosial atau mengurung diri apalagi sampai mengisolasi dari dinamika yang ada.Kelima Al Faniyah (berekonomi), perjuangan pasti membutuhkan pengorbanan dan salah satu pengorbanan tersebut adalah ekonomi. Bahkan di era sekarang ini kaum kafir dan musuh – musuh Islam menjajah ummat Islam dengan ekonomi, maka dari itu sudah semestinya seorang aktivis dakwah haruslah berusaha untuk bisa memenuhi kebutuhan ekonomi sendiri, sehingga tidak perlu menengadahkan tangan untuk meminta – minta.

3. Ad Dakwah

Ada tiga muatan dakwah yakni, Al Harokah (pergerakan/dinamis), Al Jihadiyah (semangat jihad) dan Al Jundiyah (ketaatan). Sebagaimana kita ketahui bahwa dinamika dakwah akan selalu berubah – rubah tidak statis, oleh karena itu seorang aktivis dakwahpun harus mampu menjawab perubahan tersebut, sehingga dakwah yang kita lakukanpun akan menjadi alternative bagi ummat karena mampu berbicara dengan bahasa saat yang dibutuhkan.

Itulah karakter halaqoh yang harus dipenuhi supaya aktivitas halaqoh yang kita lakukan tidak semata – mata menggugurkan kewajiban sebagai seorang kader tarbiyah, akan tetapi kita mampu memaknai arti halaqoh yang sesungguhnya. Dengan demikian halaqoh kita akan senantiasa dinamis dan kreatif.

Jika ketiga karakter itu terpenuhi maka halaqoh akan mampu melaksanakan fungsinya, yaitu ;

  • At Tarbawiyah, maksudnya adalah mampu mengkondisikan orang
  • Al Harokiyah (Bergerak/dinamis)
  • Atandzimiyah (Mengorganisir)
  • Al Fanatodiyah (Berpengasilan)

KARAKTER DA’I (Muwaqi Adda’iyah)

16 Januari 2006
Pada hakikatnya semua para aktivis dakwah adalah da’I, hanya saja tingkat kapabilitasnya dan kecondongannya yang berbeda – beda, ada yang lebih menonjol pada da’I dari sisi seorang politisi, ada juga yang lebih menonjol dari sisi seorang da’I pada bagian bisnisnya, aktivis lsm, tokoh pemuda, tokoh wanita, tokoh remaja dan lain sebagainya, yang pada intinya semua potensi yang mereka miliki mampu disalurkan untuk kepentingan dakwah dan islam. Mengingat vitalnya posisi seorang da’I maka hendaknya bagi para da’I maupun calon da’I mampu membekali dirinya dengan beberapa hal, sehingga apa yang disampaikannya bukan basa basi tanpa sarat makna apalagi sampai pesannya tidak berbobot, ini jangan sampai terjadi, sebab kalau sampai hal demikian terjadi maka proses pengajian kita akan hambar.
  • Upaya pembekalan bagi seorang da’I adalah sebuah keniscayaan, sebab bagaimana mungkin kita akan mampu memberikan ruhiyah sementara pada diri kita sendiri tidak memiliki ruhiyah tersebut, sebagaimana sering kita dengar bahwa kita tak pernah bisa memberikan sesuatu jika kita sendiri tidak memiliki sesuatau itu. Setidaknya ada 7 hal harus dimiliki oleh seorang da’I agar menjadi da’I yang produktif.

  • Robbaniyatul Sahsiyah (Dekat dengan Allah)

Ingat bahwa pekerjaan da’I adalah sebagai perantara Allah untuk menyampaikan sesuatu yang memang mesti harus disampaikan kepada ummat, yaitu menerangkan atau menyampaikan sesuatu yang diperintahkan oleh Allah dan menyampaikan pula sesuatu larangan Allah. Logikanya adalah mana mungkin seseorang ajudan akan mampu melaksanakan amanah dari atasannya kalau diantara keduanya tidak ada kedekatan, kedekatan disini bukan saja secara fisik akan tetapi lebih daripada itu, yaitu keterikatan emosional dan penyatuan jiwa keduanya. Begitu juga seorang da’I, bagaimana mungkin dia akan mampu menyampaikan pesan dari Allah dengan sempurna sementara da’I sendiri berjauhan denganNya, sekali lagi bukan semata – mata kedekatan fisik akan tetapi lebih daripada itu. Bahkan hubungan antara da’I dengan Allah bukan lagi sebuah ketakutan akan tetapi sudah lebih pada tahap saking cintanya da’I kepada Allah, sehingga da’I akan selalu ingat kepada Allah aza wajalla dan ingin selalu didekatNya. Hari –hari mereka dipenuhi dengan aktivitas yang mengarah kedekatannya dengan Allah SWT. Kedekatan ini pula yang akan membawa perkataan seorang da’I penuh makna dan berbobot.

  • Ayujabiyatul Arruhiyah (Positif Thinking terhadap Allah)

Umumnya seseorang akan merasa puas dan memuji manakala seseorang itu telah diberikan sesuatu yang selama ini diimpi-impikannya, namun akan membuat logika negative ketika cita – cita tidak terkabulkan. Disanalah sebetulnya kita akan diuji perjuangan kita yang sesungguhnya, betulkah selama ini perjuangan yang dilakukannya hanya untuk Allah dan betulkan kita cinta kepada Allah aza wajallah..?

  • Akhlakiyatu Syar’I

Ketika dakwah sudah mulai merambah diwilayah yang dahulu kita “cuekin” yaitu wilayah siyasah, maka ketika itu pula ujian dan fitnah akan semakin deras. Godaan ghonimah akan semakin menyilaukan mata pada para da’I, maka dari itu setiap da’I dalam menggunakan prasarana ummat hendaknya tetap memperhatikan hukum – hukum syar’I, sehingga pacuan gerakan seorang da’I tidak keluar dari arena pacuan yang akan membuat diri ini dikuasai oleh nafsu yang liar dan tidak terkendali yang nantinya bukan saja merugikan da’I sendiri akan tetapi merugikan dakwah dan ummat.

  • Waaqiyahul Muamalah (Realistis dalam bermuamalah)

Keinginan yang menggebu – gebu bahwa dakwah ini haru segera meningkat dan diperluas terkadang kita sering lupa akan kemampuan kita sendiri, kondisi inilah yang sering membuat “kelelehan” para aktivis sehingga ada istilah cuti dakwah untuk sementara. Kita tidak dapat membayangkan kondisi ummat akan seperti apa, manakala para pembawa cahaya ini mengambil cuti karena ada suatu urusan. Untuk menghindari kondisi itu maka kita tetap memperhatikan kondisi realitas kita saat ini sambil terus berupaya meningkatkan dan mengembangkan dakwah.

  • Wasitiyatul Ikhtiar (Moderat dan Ikhtiar)

Pesan dakwah ini harus tersampaikan kepada ummat, lalu bagaimana supaya pesan tersebut sampai kepada yang berhak..? Moderat dan tetap ikhtiar itulah yang bisa kita lakukan. “gunakanlah bahasa dakwah sesuai dengan bahasa kaumnya” sehingga obyek betul – betul ngerti dan faham tentang apa yang kita sampaikan. Kekakuan dalam berdakwah akan membuat dakwah ini dianggap usang dan primitf oleh ummat, disinilah dibutuhkan kreatifitas para da’I bagaimana mengemas mulai dari gaya bahasa sampai kepada bentuk penampilan tanpa mengindahkan hokum – hokum syar’i.

  • Syuriyatul Amwar (Musyawarah dalam segala urusan)

Lakukanlah musyawarah setiap melakukan aktivitas dakwah sehingga hasilnya juga bisa dipertanggungjawabkan secara bersama – sama, dan tidak ada yang bisa disalahkan secara individu ketika proses pengambilan kebijakan melalui musyawarah.

  • Jizyahul Harokah (bersungguh – sungguh dalam gerakan)

Hasil yang akan kita peroleh dari setiap amal kita adalah begantung kepada kesungguhan kita melakukan amal tersebut. Jangan sekali – kalai kita ragu dengan jalan pilihan hidup kita sebagai seorang da’I dalam kondisi apapun dan sesulit apapun. Teguh dan konsistenlah untuk tetap menjadi seorang da’I, karena dengan konsistensi itulah maka akan tertanam dalam diri kita yaitu keberanian, optimisme dan ketentraman batin.

Ketujuh hal itulah yang akan membuat kita menjadi seorang da’I yang produktif (Ada’iyatul Mumtijah).

No comments: