Thursday, April 20, 2006

INGAT KETERBATASAN

Gedung yang didominasi warna putih dan memiliki bau yang khas itu memang selalu ramai dipenuhi. Namun aku sendiri agak kurang betah kalau harus lama – lama tinggal ditempat itu, tapi malam itu sekitar pukul 21.00 aku ingin mendatangi tempat tersebut satu tujuanku yang utama yaitu muhasabah. Selama ini aku sering bermuhasabah lewat nasehat lisan dan tulisan buku akan tetapi kurang begitu membekas, entah karena memang saking seringnya mendengarkan dan membaca sebuah taujih yang pada akhirnya membuat aku sendiri menjadikan hal itu sebagai rutinitas saja.

Kali ini aku tidak sendiri karena ditemani seseorang yang beliau cukup terbiasa dengan bau khas dan warna gedung tersebut.Walaupun dia agak terkantuk – kantuk tapi karena jiwa penolongnya lebih besar maka beliau coba tahan kantuk tersebut. Aku memang sudah lama hampir 1 tahun tidak mengunjungi tempat itu untuk bermuhasabah, semenjak aku menemani kakek temenku yang sakit kencing manis yang menghantarkan si kakek tersebut meninggal.

Sesampai di halaman rumah sakit aku mulai memasang hati dan batinku untuk memaknai dan coba bertafakur, harapanku adalah mengingatkan aku akan sebuah umur manusia yang ada batasnya. Aku lihat ada renovasi gedung salah satunya adalah apotik, kalau tidak salah dulu ruangannya agak sumpek, tapi aku lihat sekarang cukup longgar.

Aku dan temenku langsung keliling mengitari ruangan tiap ruangan. Mulai dari ruang gawat darurat, ruang ICU, ruang bedah sampai ruang khusus anak dan ibu hamil. Masya Allah, sepontan aku menyebut asma Allah ketika menengok ruang demi ruang, ada yang sedang dikipasin oleh penunggu karena memang ruangannya tidak berAC dan sumpeg. Begitulah ruang perawatan di dunia selalu membagi – baginya berdasarkan materi, dan kalau sudah urusan materi jelas orang miskin akan mendapatkan tempat yang memiliki ciri sumpeg.

Sesampai di ruang ibu hamil aku ngobrol – ngobrol dengan seorang perawat yang kebetulan lagi bertugas dan memang sekampus dengan temenku. Dia ceritakan bahwa tadi siang ada seorang wanita yang diperkosa dan polisi membawanya ke rumah sakit, lantas aku tanyakan “ teh kalau seperti itu siapa yang menanggung atau bertanggung jawab..?’. Teh Hamam menjawab “mungkin rumah sakit, masa iya sih cuma satu orang ngga bisa apalagi dia orang asli penduduk asli sini..Aku langsung manggut – manggut..”oohh”

Karena aku ingin tahu lebih banyak soal kejadian – kejadian di rumah sakit, aku pun terus menanyakan yang membuat aku penasaran. Diantaranya, pernah aku temukan perlakuan seorang perawat yang “galak” dan terkesan pilih – pilih pasien. Kalau dilihat pasien yang berasal dari keluarga yang mampu mereka akan memberikan perawatan yang hangat dan penuh senyum, tapi akan cemberut dan memasang muka miring kalau berhadapan dengan pasien yang miskin, beliau menjawab mas noto harus tahu perawat juga manusia seperti halnya manusia pada umumnya, maksudnya adalah yang namanya manusia ada yang berbuat demikian tapi tidak semua kok, insya Allah ada lah perawat yang betul – betul memperhatikan pasien secara adil. Wah.. wah pantas kalau bang Ismail dalam sebuah tulisannya di Buletin LAZ Harfa mengambil judul “Mestinya Orang miskin ngga boleh sakit”, mungkin salah satu alasannya adalah kasihan kalau orang miskin sakit, sudahlah miskin sakit lagi, masya allah.

Setelah sekitar 3 jam aku keliling ruang di rumah sakit umum Serang kitapun segera beranjak keluar, hampir semua ruang di rumah sakit sudah aku “longok” cuma satu ruang yang belum yaitu ruang mayat. Banyak sekali ibroh yang bisa aku ambil dari rihlah dan muhasabahku di rumah sakit. Disana aku merasa ditegaskan oleh Allah SWT bahwa yang namanya hidup itu pasti bergantian termasuk masa sehat dan masa sakit, oleh karena itu manfaatkan dengan sebaik – baiknya ketika kita dalam kondisi dan diberi nikmat oleh Allah SWT.

Disamping itupula aku mendapatkan pelajaran bahwa selama ini aku sering lupa akan nikmat yang Allah berikan, aku lupa kesehatan mata yang Allah berikan betapa begitu berharganya. Aku juga sering lupa akan nikmat Allah atas umurku yang sampai sekarang masih diberi waktu untuk terus berupaya memperbaiki kualitas ketaqwaan. Ya Allah terima kasih engkau telah mengingatkanku akan segala keterbatasan seorang manusia.

Terbatas segala – galanya, terbatas pandangannya, terbatas usianya, terbatas dan terbatas. Mudah –mudahan Engkau selalu membimbingku kejalan orang – orang yang selalu bersyukur dan berusaha untuk selalu introspeksi akan diri ini sebelum di akhirat nanti. Sekali lagi Terima kasih ya Allah, atas kasih dan sayangMu.