Friday, April 14, 2006

RUU APP & BISNIS OGRAFI

(Tulisan pernah dimuat di Harian Fajar Banten, Edisi 18 Maret 2006)

Sampai detik ini pro kontra seputar Rancangan Undang - undang ografi dan oaksi masih terus ramai dibicarakan. Namun demikian DPR tetap akan meneruskan rumusan RUU APP tersebut. Tekad DPR untuk terus melanjutkan RUU tersebut yang nantinya akan menjadi Undang - undang lebih dilandasi oleh rasa tanggung jawab akan masa depan anak bangsa yang kian hari - kian mengalami pembusukan prilaku generasi muda. Sedikit kritikan untuk bagian terkecil masyarakat yang menolak, yang beranggapan bahwa RUU APP tersebut akan mendiskriminasi kaum hawa dan memancing perpecahan rakyat Indonesia, adalah sangat tidak beralasan. Penulis melihat disini bahwa mereka tidak mengamati secara jeli tentang RUU tersebut dan tidak menggunakan hati nurani mereka. Bagaimana mungkin RUU tersebut mendiskriminasi kaum hawa sedangkan disana disebutkan dengan sangat jelas bahwa undang - undang tersebut bukan hanya diberlakukan untuk kaum hawa saja, akan tetapi undang - undang itu dibuat untuk semua jenis kelamin. Penulis melihat tentang adanya hingar bingar aksi penolakan RUU APP adalah skenario global sekolompok yang menginginkan agar Indonesia semakin hancur dengan meracuni generasi muda dengan ografi dan oaksi. Sudah banyak kasus yang kita saksikan baik dimedia cetak maupun di media elektronik dimana kasus pelecehan seksual itu diakibatkan maraknya tontonan yang berbau ografi dan oaksi. Mereka kelompok yang menolak sengaja merekayasa isyu RUU APP menjadi isyu agama, karena isyu inilah yang sensitif sehingga mereka menolak RUU APP lantaran akan membawa negara Indonesia menjadi negara Arab, demikian yang dikatakan oleh Goenawan Muhammad seorang budayawan terkenal dalam sebuah artikelnya di Koran Tempo, Alasan selanjutnya, dikatakan oleh kelompok yang menolak bahwa RUU APP bertentangan dengan adat istiadat di Bali dan Papua karena pakaian adatnya tidak menutup aurat secara sempurna. Padahal pada diskursus soal ografi mereka tidak masuk kategori. Dan terakhir adalah alasan mereka menolak RUU APP adalah RUU APP tersebut dianggap oleh mereka mengekang dan membatasi peran seni dan budaya di Indonesia. Padahal mereka sendiri yang sebetulnya membatasi tentang makna seni itu sendiri, seolah - olah seni itu hanya sebatas menontonkan dan menonjolkan kebagusan tubunya bukan lebih kepada substansi seni itu sendiri.

Sekenario Menyesatkan di Balik Penolakan RUU APP

Pada akhir - akhir ini sering kita melihat para publik figur sedikit demi sedikit kini sedang menuju ke jalan yang benar. Mereka kini sudah "berani" untuk berpenampilan unik dibandingkan hari - harinya yang tempo dulu. Kita lihat aktris ternama Ineke Koesherawati, Cici Tegal, Maudy Koesnady dan masih ada lagi, walaupun jumlah ini masih relatif kalah dengan orang - orang yang terus membombastis generasi muda dengan ografi, tapi setidaknya memberikan apresiasi tersendiri bagi generasi muda khususnya kalangan aktris yang kerap kali dijadikan tiruan mulai dari a hidup, busana dan lain sebagainya. Belum lagi tentang maraknya musik alternatif seperti Nasyid yang kini mayarakat sudah tidak asing lagi plus munculnya dai-dai muda yang masyarakat lebih cepat menerima nasehatnya. Nah, kondisi seperti ini adalah ancaman bagi orang - orang yang tetap menginginkan Indonesia dalam kebodohan dan keterpurukan, dimana mereka yang sudah menemukan hidayah akan dapat mempengaruhi perilaku anak bangsa agar senantiasa mengedapankan moral. Sekali lagi ini ancaman bagi mereka, karena mereka merasa pangsa pasarnya sedikit demi sedikit diambil alih dan ini ancaman bagi bisnis mereka. Akhirnya mereka membuat skenario global bahwa RUU APP ini harus dihadang. Mereka terus melakukan gerilya dengan menggunakan pendekatan ke tokoh - tokoh yang mereka anggap bisa bekerjasama untuk mendukungnya, didekatilah tokoh seperti Akbar Tanjung, Megawati dan tokoh seni lainnya, disamping itu pula mereka segera merapat kemedia, tindakan selanjutnya adalah mereka segera melakukan aksi protes terhadap RUU APP dengan menggunakan moment seperti hari Perempuan sedunia, dan ternyata ada beberapa mediapun menyambutnya dengan begitu antusias karena beberapa mediapun memiliki kepentingan. Lalu mereka munculkan opini yang mengesankan bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia menolak RUU APP tersebut. Padahal secara fakta, seperti yang diungkapkan oleh Ketua Pansus RUU APP Balkan Kaplale dari 167 organisasi dan elemen masyarakat diantaranya 144 organisasi mendukung pembahasan RUU APP yang tak setuju hanya sekitar 23 organisasi artinya hanya 10% yang tidak setuju. Kepanikan para pebisnis ografi menjadikan mereka jadi tidak berfikir logis, yang pada akhirnya mereka membabi buta membuat logika - logika penolakan, seperti pernyataan bahwa RUU APP adalah upaya menjadikan Indonesia menjadi negara Arab, dan lebih lanjut mereka katakan bahwa RUU APP hanya sebagai batu loncatan menuju ke Syariat Islam dan yang lebih parah lagi mereka katakan bahwa RUU APP jelas akan membawa dampak penurunan pendapatan pada aspek Pariwisata, padahal Menteri Pariwisata sendiri setuju dengan adanya RUU APP. Nampaknya mereka akan terus mengupayakan agar RUU APP tersebut dijadikan undang - undang, karena menurut mereka kalau sampai RUU APP ini dijadikan undang - undang maka mereka beranggapan habislah lahan pendapatan mereka, sebab peluang terbesar menurut mereka adalah penjualan ografi di Indonesia. Belum lagi kalau kita lihat negara - negara yang memahami betul bahwa kalau kemudian hari bangsa Indonesia memiliki aset yaitu anak bangsa yang produktif dengan bingkaian prilaku yang ketimuran, maka kelak bangsa Indonesia akan menjadi bangsa yang kuta dan mampu mandiri. Kondisi ini sudah bisa dtangkap sejak lama oleh negara - negara sekuler seperti Amerika dan kroninya.Mereka memahami betul bahwa kebangkrutan negara Indonesia bukan semata - mata karena faktor ekonomi akan tetapi yang lebih mendasar adalah karena generasi muda kita tidak PD dengan budaya ketimurannya sendiri. Sehingga kita lebih banyak mengambil contoh - contoh budaya barat yang notebene bukan malah akan memajukan akan tetapi justru akan menghacurkan bangsa Indonesia. Mereka juga memahami betul bahwa korupsi yang terjadi sekarang ini yang dilakukan para elit - elit tidak bisa lepas dari masa mudanya para elit tersebut, yang kerap kali disuguhi tonotnan ografi dan oaksi.

Peran Media dalam RUU APP

Skenario global mereka cukup berhasil, karena didukung oleh media, baik media cetak maupun elektronik. cob akita saksikan di layar kaca, hampir semua tontonan yang setiap hari ditayangkan selalu lebih menonjolkan aurat, celakanya lagi, mereka sengaja memanjer jam tayangnya adalah ketika anak - anak atau generasi muda bisa melihat acara tersebut, inilah yang mereka sebut pangsa pasar tanpa mengindahkan dampak dan efek yang akan terjadi baik secara individu lebih - lebih dampaik secara nasional yang merosotnya nilai - nilai ketimuran dan hilangnya budaya malu. Saat ini memang bisnis pronografi sanagt menggiurkan karena kalau dapat memikat hati konsumen mereka akan mendapatkan keuntungan yang menggiurkan. Perdagangan malah o atau sering kita sebut majalah esek - esek, VCD o, situs o. dalam sebuah penelitian dari pengguna internet dari 100% pengguna internet hanya 5 % yang mampu bertahan untuk tidak membuka situs o, masih hasil penelitian , bahwa tayang televisi 75% adalah menampilkan aurat wanita. Media - media sangat berperan dalam meramaikan ografi.Walaupun sudah ada undang - undang No.32 tahun 2002 tentang Penyiaran tugas dan kewajiban Komisi Penyiaran diantaranya menjamin masyarakat mendapatkan informasi yang layak, ternyata dalam kurun waktu 3 tahun sejak diberlakukanya undang - undang tersebut terjadi 62 pelaporan pelanggaran. Coba kita lihat, dengan adanya undang - undang saja mereka tidak jera apatah lagi kalau tidak aturan yang formal, jelas - jelas akan lebih parah lagi.


Solusi yang harus kita lakukan

Mengingat pentingnya akan sebuah aturan dan undang - undang ografi dan oaksi, maka seyoganya kita semua elemen bangsa dengan lintas agama dan suku untuk turun serta melakukan aksi dukungan terhadap Rancangan Undang - undang Anti ografi dan oaksi yang akan disahkan sekitar bulan Juni 2006 nanti. Sebab, fakta setelah pansus mengadakan hearing dengan berbagai lintas agama, dan ternyata mereka sangat mendukung RUU APP karena dianggap telah meracuni generasi muda sebagai tonggak peneru estafeta kepemimpinan bangsa Indonesia, kalau kemudian calon pemimpin negeri yang kaya raya ini dicekoki oleh adegan ografi maka kelak mereka akan menjadi pemimpin yang tidak produktif. kondisi seperti ini tidak boleh kita biarkan, saat ini juga kita harus bahu membahu untuk menyelamatkan negeri ini dari dekadensi moral anak bangsa. Kedua, terus memberikan pemahaman dan penyadaran kepada masyarakat bahwa RUU APP tidakla membatasi seni, tidaklah mendiskrimansikan kaum hawa, tidak mengurangi pendapatan khususnya Pariwisata, akan tetapi justru akan memberikan dan mengangkat derajat nilai seni yang selama ini telah keluar dari jalur yang sesungguhnya dari makan seni itu sendiri. Dengan RUU APP itu sendiri kaum hawapun akan mendapatkan poisisi yang terhormat dan yang lebih penting lagi adalah dengan disahkannya RUU APP maka kita berarti ikut andil dalam upaya penyelematan anak bangsa dari kemrosotan moralitas anak - anak kita. Ketiga, agaknya menjadi keniscayaan untuk kita orang - orang yang peduli akan generasi muda bangsa untuk merapatkan barisan guna membuat tontonan leternatif yang layak dan baik untuk dikonsumsi oleh kalangan anak muda dengan kemasan yang menarik bagi mereka, sehingga dengan demikian mereka anak - anak muda akan bergeser dari kecintaan terhadap sesuatu tontotnan yang tidak bermanfaat menjadi tertarik dengan tontonana yang berkualits sehingga, dengan demikian mereka orang - orang yang membuat tontonan mesum dengan sendirinya akan lesu karena bisnisnya sedikit demi sedikti ditinggalkan konsumen potensialnya. Akhirnya penulis mengucapkan kepada Pansus DPR RI untuk segera mengesahkan RUU APP menjadi sebuah undang - undang dengan demikian semua rakyat tersebut terikat dan wajib mematuhi undang - undang tersebut. Sebab konon negara seperti Amerika Serikat saja yang kita kenal Liberal pun memiliki aturan dan undang - undang Antipornografi.http://www.fpks-dpr.or.id